MAKALAH
Makalah
ini di buat untuk memenuhi tugas “PSIKOLOGI KEBIDANAN”
POST PARTUM BLUES
Oleh
:
NO.
|
NAMA
|
NIM
|
1
|
Linda
Ariyani
|
13150122
|
2
|
Ary
Fitrianingsih
|
13150123
|
3
|
A.A
Istri Sucitra Dewi
|
13150124
|
4
|
Tri
Umroh Khayatin
|
13150125
|
5
|
Maya
Sa’diyatul Mukaromah
|
13150126
|
6
|
Harianti
|
13150127
|
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
PRODI
DIII - KEBIDANAN
UNIVERSITAS
RESPATI YOGYAKARTA
2013/2014
KATA PENGANTAR
Rasa syukur kami
panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena atas rahmat-NYA makalah yang
berjudul “Gangguan Psikologi Pada masa Nifas” dapat diselesaikan tepat pada
waktunya.Makalah ini disusun sebagai salah satu tugas dari mata kuliah PSIKOLOGI KEBIDANAN pada Universitas Respati Yogyakarta. Selama
penyusunan makalah ini penulis
telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak dalam bentuk informasi,
motivasi serta dorongan moral dan spiritual, sehingga makalah ini tersusun dan
dapat diselesaikan sesuai dengan rencana.
Disamping itu, kami menyadari
bahwa makalah ini jauh dari sempurna dan sudah barang tentu masih ada
kesalahan-kesalahan yang luput dari pengamatan penulis. Oleh karena itu, tegur
sapa dan kritik yang konstruktif dari pembaca untuk perbaikan dan penyempurnaan
seperlunya sangat penulis harapkan.Pada akhirnya kami berharap semoga makalah
ini bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 2014
Kelompok IV
BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kehamilan
merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis, perubahan psikologis dan
adaptasi dari seorang wanita yang pernah mengalaminya. Sebagian besar kaum
wanita menganggap bahwa kehamilan adalah kodrati yang harus dilalui tetapi
sebagian lagi menggapnya, sebagai peristiwa yang menetukan kebidupan
selanjutnya.
Perubahan
fisik dan emosional yang komplek, memerlukan adaptasi terhadap penyesuaian pola
hidup dengan proses kehamilan yang terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi
kebanggan yang ditumbuhkan dari norma-nomra social kultur dan persoalan dalam
kehamilan itu sendiri dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis mulai
dari reaksi emosional emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang
berat.
Beberapa
penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam mengahadapi aktivitas dan peran
barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-bulan pertama setelah
melahirkan, baik tetapi sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan
mengalami gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma
yang oleh para peneliti dan klinisi disebut post-partum blus.
Post-partum
blus. Sendiri sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875 telah menulis
refrensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan disforia ringan pasca
salin yang disebut sebagai milk fewer karena gejala disforia tersebut muncul
bersamaan dengan laktasi. Dewasa ini post-partum blues (PPB) atau serig juga
disebut maternity blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma
gangguan efek ringan yang sering tampak dalam minggu petama setelh persalinan
dan ditandai dengan gejala-gejala seperti :reaksi deprsi/sedih/disforia,
menangis , mudah tersinggung (iritabilitas), cemas, labilitas perasaan,
cenderung menyalahkan diri sendiri , gangguan tidur dan gangguan nafsu makan .
Gejala-gejala ini muncul setelah persalinan dan pada umumnya akan menghilang
dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari . Namun pada beberapa
kasus gejala-gejala tersebut terus bertahan dan baru menghilang setelah
beberapa hari. Minggu atau bulan kemudian bahkan dapat berkembang menjadi
keadaan yang lebih berat.
B. TUJUAN
Agar kita sebagai seorang calon bidan
dapat :
1.
Mengetahui
fase-fase perubahan psikologi pada ibu pasca partum
2.
Mengetahui
apa itu post partum blues
3.
Mengetahui
factor penyebab post partum blues
4.
Mengetahui
gejala-gejala post partum blues
5.
Memberikan
asuhan pada ibu yang mengalami post partum
C. MANFAAT
Manfaat kita sebagai seorang calon bidan
untuk mempelajari mengenai post partum blues ini, yaitu : karena kita sebagai
seorang calon bidan yang tentunya akan selalu berhadapan dengan wanita
sepanjang daur kehidupannya pastinya harus bisa memberikan asuhan pada wanita
sepanjang daur kehidupannya. Apalagi masalah post partum blues adalah masalah
yang di hadapi oleh wanita pasca persalinan dengan kita mempelajari post partum
blues tentunya kita bisa mencegah agar hal tersebut tidak di hadapi oleh ibu
pasca persalinan. Dan bagi ibu yang sudah terkena gejala post partum blues
hendaknya kita sebagai seorang tenaga kesehatan harus mencegah agar tidak
sampai pada tahap selanjutnya yaitu pada yang lebih parah lagi. Dan juga
diharapkan agar kita bisa memberikan asuhan pada ibu-ibu pasca persalinan agar
tidak mengalami post partum blues dan
juga memberikan asuhan pada ibu yang mengalami post partum blues.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
GAMBARAN UMUM
Masa nifas (puerperium) dimulai sejak kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan saat sebelum hamil. Masa nifas berlangsung kira-kira selama 6 minggu. Pengawasan dan asuhan post partum masa nifas sangat diperlukan yang tujuannya adalah menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis, melaksanakan sekrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi, KB, menyusui, pemberian immunisasi pada saat bayi sehat, memberikan pelayanan KB. Reaksi emosional yang biasanya muncul pada perempuan di masa nifas pasca melahirkan yaitu:
1.‘Maternity blues’ atau ‘post
partum blues’ atau ‘blues’
2. Psikois pasca persalinan
3. Depresi pasca persalinan.
B.
FASE-FASE PERUBAHAN PSIKOLOGI PADA IBU PASCA PARTUM
Seorang ibu yang berada pada periode pascapartum
mengalami banyak perubahan baik perubahan fisik maupun psikologi. Perubahan
psikologi pascapartum pada seorang ibu yang baru melahirkan terbagi dalam tiga
fase:
- taking in dimana pada fase ini ibu ingin merawat dirinya sendiri, banyak bertanya dan bercerita tentang pengalamannya selama persalinan yang berlangsung 1 sampai 2 hari.
- taking hold dimana pada fase ini ibu mulai fokus dengan bayinya yang berlangsung 4 sampai 5 minggu.
- fase letting-go dimana ibu mempunyai persepsi bahwa bayinya adalah perluasan dari dirinya, mulai fokus kembali pada pasangannya dan kembali bekerja mengurus hal-hal lain.
C.
PENGERTIAN POST PARTUM
BLUES
Perubahan
tersebut merupakan perubahan psikologi yang normal terjadi pada seorang ibu
yang baru melahirkan. Namun, kadang-kadang terjadi perubahan psikologi yang
abnormal. Gangguan psikologi pascapartum dibagi menjadi tiga kategori yaitu
postpartum blues atau kesedihan pascapartum, depresi pascapartum nonpsikosis,
dan psikosis pascapartum.
Postpartum blues dapat terjadi sejak hari pertama
pascapersalinan atau pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk pada
hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua
minggu pasca persalinan. Postpartum blues merupakan gangguan suasana hati
pascapersalinan yang bisa berdampak pada perkembangan anak karena stres dan
sikap ibu yang tidak tulus terus-menerus bisa membuat bayi tumbuh menjadi anak
yang mudah menangis, cenderung rewel, pencemas, pemurungdan mudah sakit.
Keadaan ini sering disebut puerperium atau trimester keempat kehamilan yang
bila tidak segera diatasi bisa berlanjut pada depresi pascapartum yang biasanya
terjadi pada bulan pertama setelah persalinan. Saat ini postpartum blues yang
sering juga disebut maternity blues atau baby blues diketahui sebagai suatu
sindrom gangguan afek ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah
persalinan.
D. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB POST PARTUM
BLUES
Etiologi atau penyebab pasti terjadinya
postpartum blues sampai saat ini belum diketahui. Namun, banyak faktor yang
diduga berperan terhadap terjadinya postpartum blues, antara lain:
- Faktor hormonal yang berhubungan dengan perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin dan estradiol. Penurunan kadar estrogen setelah melahirkan sangat berpengaruh pada gangguan emosional pascapartum karena estrogen memiliki efek supresi aktifitas enzim monoamine oksidase yaitu suatu enzim otak yang bekerja menginaktifasi noradrenalin dan serotonin yang berperan dalam perubahan mood dan kejadian depresi.
- Faktor demografi yaitu umur dan paritas.
- Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan.
- Latar belakang psikososial ibu
- Takut kehilangan bayinya atau kecewa dengan bayinya.
Ada beberapa hal yang menyebabkan post
partum blues, diantaranya :
- Lingkungan melahirkan yang dirasakan kurang nyaman oleh si ibu.
- Kurangnya dukungan dari keluarga maupun suami.
- Sejarah keluarga atau pribadi yang mengalami gangguan psikologis.
- Hubungan sex yang kurang menyenangkan setelah melahirkan
- Tidak ada perhatian dari suami maupun keluarga
- Tidak mempunyai pengalaman menjadi orang tua dimasa kanak-kanak atau remaja. Misalnya tidak mempunyai saudara kandung untuk dirawat.
- Takut tidak menarik lagi bagi suaminya
- Kelelahan, kurang tidur
- Cemas terhadap kemampuan merawat bayinya
- Kekecewaan emosional (hamil,salin)
- Rasa sakit pada masa nifas awal
Cycde (Regina dkk, 2001)
mengemukakan bahwa depresi postpartum tidak berbeda secara mencolok dengan
gangguan mental atau gangguan emosional. Suasana sekitar kehamilan dan
kelahiran dapat dikatakan bukan penyebab tapi pencetus timbulnya gangguan
emosional.
Nadesul (1992), penyebab
nyata terjadinya gangguan pasca melahirkan adalah adanya ketidakseimbangan
hormonal ibu, yang merupakan efek sampingan kehamilan dan persalinan. Sarafino
(Yanita dan Zamralita, 2001), faktor lain yang dianggap sebagai penyebab
munculnya gejala ini adalah masa lalu ibu tersebut, yang mungkin mengalami
penolakan dari orang tuanya atau orang tua yang overprotective, kecemasan yang
tinggi terhadap perpisahan, dan ketidakpuasaan dalam pernikahan. Perempuan yang
memiliki sejarah masalah emosional rentan terhadap gejala depresi ini,
kepribadian dan variabel sikap selama masa kehamilan seperti kecemasan,
kekerasan dan kontrol eksternal berhubungan dengan munculnya gejala depresi.
Hal ini sesuai dengan
yang diungkapkan oleh Llewellyn–Jones (1994), karakteristik wanita yang
berisiko mengalami depresi postpartum adalah : wanita yang mempunyai sejarah
pernah mengalami depresi, wanita yang berasal dari keluarga yang kurang
harmonis, wanita yang kurang mendapatkan dukungan dari suami atau orang–orang
terdekatnya selama hamil dan setelah melahirkan, wanita yang jarang
berkonsultasi dengan dokter selama masa kehamilannya misalnya kurang komunikasi
dan informasi, wanita yang mengalami komplikasi selama kehamilan.
Pitt (Regina dkk, 2001), mengemukakan 4 faktor penyebeb depresi postpartum sebagai berikut :
a.
Faktor
konstitusional. Gangguan post partum berkaitan dengan status paritas adalah
riwayat obstetri pasien yang meliputi riwayat hamil sampai bersalin serta
apakah ada komplikasi dari kehamilan dan persalinan sebelumnya dan terjadi
lebih banyak pada wanita primipara. Wanita primipara lebih umum menderita blues
karena setelah melahirkan wanita primipara berada dalam proses adaptasi, kalau
dulu hanya memikirkan diri sendiri begitu bayi lahir jika ibu tidak paham
perannya ia akan menjadi bingung sementara bayinya harus tetap dirawat.
b.
Faktor fisik. Perubahan fisik setelah proses
kelahiran dan memuncaknya gangguan mental selama 2 minggu pertama menunjukkan
bahwa faktor fisik dihubungkan dengan kelahiran pertama merupakan faktor
penting. Perubahan hormon secara drastis setelah melahirkan dan periode laten
selama dua hari diantara kelahiran dan munculnya gejala. Perubahan ini sangat
berpengaruh pada keseimbangan. Kadang progesteron naik dan estrogen yang
menurun secara cepat setelah melahirkan merupakan faktor penyebab yang sudah
pasti.
c.
Faktor
psikologis. Peralihan yang cepat dari keadaan “dua dalam satu” pada akhir
kehamilan menjadi dua individu yaitu ibu dan anak bergantung pada penyesuaian
psikologis individu. Klaus dan Kennel (Regina dkk, 2001), mengindikasikan
pentingnya cinta dalam menanggulangi masa peralihan ini untuk memulai hubungan
baik antara ibu dan anak..
d.
Faktor
sosial. Paykel (Regina dkk, 2001) mengemukakan bahwa pemukiman yang tidak
memadai lebih sering menimbulkan depresi pada ibu – ibu, selain kurangnya
dukungan dalam perkawinan.
Menurut Kruckman (Yanita dan zamralita, 2001), menyatakan terjadinya depresi pascasalin dipengaruhi oleh faktor :
Menurut Kruckman (Yanita dan zamralita, 2001), menyatakan terjadinya depresi pascasalin dipengaruhi oleh faktor :
1. Biologis.
Faktor biologis dijelaskan bahwa depresi postpartum sebagai akibat kadar hormon
seperti estrogen, progesteron dan prolaktin yang terlalu tinggi atau terlalu
rendah dalam masa nifas atau mungkin perubahan hormon tersebut terlalu cepat
atau terlalu lambat.
2. Karakteristik
ibu, yang meliputi :
a. Faktor umur. Sebagian besar
masyarakat percaya bahwa saat yang tepat bagi seseorang perempuan untuk
melahirkan pada usia antara 20–30 tahun, dan hal ini mendukung masalah periode
yang optimal bagi perawatan bayi oleh seorang ibu. Faktor usia perempuan yang
bersangkutan saat kehamilan dan persalinan seringkali dikaitkan dengan kesiapan
mental perempuan tersebut untuk menjadi seorang ibu.
b. Faktor pengalaman. Beberapa
penelitian diantaranya adalah pnelitian yang dilakukan oleh Paykel dan Inwood
(Regina dkk, 2001) mengatakan bahwa depresi pascasalin ini lebih banyak
ditemukan pada perempuan primipara, mengingat bahwa peran seorang ibu dan
segala yang berkaitan dengan bayinya merupakan situasi yang sama sekali baru
bagi dirinya dan dapat menimbulkan stres. Selain itu penelitian yang dilakukan
oleh Le Masters yang melibatkan suami istri muda dari kelas sosial menengah
mengajukan hipotesis bahwa 83% dari mereka mengalami krisis setelah kelahiran
bayi pertama.
c. Faktor pendidikan. Perempuan yang
berpendidikan tinggi menghadapi tekanan sosial dan konflik peran, antara
tuntutan sebagai perempuan yang memiliki dorongan untuk bekerja atau melakukan
aktivitasnya diluar rumah, dengan peran mereka sebagai ibu rumah tangga dan
orang tua dari anak–anak mereka (Kartono, 1992).
d. Faktor selama proses persalinan. Hal
ini mencakup lamanya persalinan, serta intervensi medis yang digunakan selama
proses persalinan. Diduga semakin besar trauma fisik yang ditimbulkan pada saat
persalinan, maka akan semakin besar pula trauma psikis yang muncul dan
kemungkinan perempuan yang bersangkutan akan menghadapi depresi pascasalin.
e. Faktor dukungan sosial. Banyaknya
kerabat yang membantu pada saat kehamilan, persalinan dan pascasalin, beban
seorang ibu karena kehamilannya sedikit banyak berkurang.
E. INDIVIDU YANG BERESIKO
Secara global diperkirakan terdapat 20%
wanita melahirkan menderita post partum blues, di Belanda diperkirakan sekitar
2-10% ibu melahirkan mengidap gangguan ini. Beberapa kondisi yang dapat
memunculkan depresi post partum blues;
- Ibu yang pernah mengalami gangguan kecemasaan termasuk depresi sebelum hamil
- Kejadian-kejadian sebagai stressor yang terjadi pada ibu hamil, seperti kehilangan suaminya.
- Kondisi bayi yang cacat, atau memerlukan perawatan khusus pasca melahirkan yang tidak pernah dibayangkan oleh sang ibu sebelumnya.
- Melahirkan di bawah usia 20 tahun.
- Tidak adanya perencanaan kehamilan atau kehamilan yang tidak diharapkan
- Ketergantungan pada alkohol atau narkoba
- Kurangnya dukungan yang diberikan oleh anggota keluarga, suami, dan teman
- Kurangnya komunikasi, perhatian, dan kasih sayang dari suami, atau pacar, atau orang yang bersangkutan dengan sang ibu.
- Mempunyai permasalahan keuangan menyangkut biaya, dan perawatan bayi.
- Kurangnya kasih sayang dimasa kanak-kanak.
- Adanya keinginan untuk bunuh diri pada masa sebelum kehamilan.
F.
PATOFISIOLOGIS
Para wanita lebih mungkin mengembangkan
depresi post partum jika mereka terisolasi secara sosial dan emosional serta
baru saja mengalami peristiwa kehidupan yang menekan. Post partum blues tidak
berhubungan dengan perubahan hormonal, bikimia atau kekurangan gizi. Antara 8%
sampai 12% wanita tidak dapat menyesuaikan peran sebagai orang tua dan menjadi
sangat tertekan sehingga mencari bantuan dokter.
Beberapa dugaan kemunculan ini disebabkan oleh beberapa faktor
dari dalam dan luar individu. Penelitian dari Dirksen dan De Jonge Andriaansen
(1985) menunjukkan bahwa depresi tersebut membawa kondisi yang berbahaya bagi
perkembangan anak di kemudian hari. De Jonge Andriaansen juga meneliti beberapa
teknologi medis (penggunaan alat-alat obstetrical) dalam pertolongan melahirkan
dapat memicu depresi ini. Misalnya saja pada pembedahan caesar, penggunaan
tang, tusuk punggung, episiotomi dan
sebagainya.
Perubahan hormon dan perubahan hidup ibu pasca melahirkan juga
dapat dianggap pemicu depresi ini. Diperikiran sekitar 50-70% ibu melahirkan
menunjukkan gejala-gejala awal kemunculan depresi post partum blues, walau
demikian gejala tersebut dapat hilang secara perlahan karena proses adaptasi
dan dukungan keluarga yang tepat.
Faktor biologis yang paling banyak
terlibat adalah factor hormonal. Perubahan kadar hormone pada wanita memegang
peran penting ; perubahan suasana hati biasa terjadi sesaaat sebelum menstruasi
sesaat sebelum menstruasi (ketegangan pramenstruasi) dan setelah persalinan
(depresi post partum). Perubahan hormone serupa biasa terjadi pada wanita
pemakai pil KB yang mengalami depresi.
Kelainan fungsi tiroid yang sering
terjadi pada wanita, juga merupakan factor factor yang berperan dalam
terjadinya depresi. Depresi juga bias terjadi karena atau bersamaan dengan
sejumlah penyakit atau kelainan fisik. Kelainan fisik bias menyebabkan
terjadinya depresi secara ; langsung, misalnya ketika penyakit tiroid
menyebabkan berubahnya kadar hormone. Yang bias menyebabkan terjadinya depresi
tidak langsung, misalnya ketika penyakit atritis rematoid menyebabkan nyeri dan
cacat, yang bias menyebabkan depresi.
Ada pula kelainan fisik menyebabkan depresi secara langsung dan
tidak langsung. Misalnya AIDS; secara langsung menyebabkan depresi jika virus
penyebabnya merusak otak; secara tidak langsung menyebabkan depresi jika
menimbulkan dampak negative terhadap kehidupan penderitanya
Secara umum sebagaian besar wanita
mengalami gangguan emosional setelah melahirkan. Clydde (Regina dkk, 2001),
bentuk gangguan postpartum yang umum adalah depresi, mudah marah dan terutama
mudah frustasi serta emosional. Gangguan mood selama periode postpartum
merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi pada wanita baik
primipara maupun multipara. Menurut DSM-IV, gangguan pascasalin
diklasifikasikan dalam gangguan mood dan onset gejala adalah dalam 4 minggu
pascapersalinan. ada 3 tipe gangguan mood pascasalin, diantaranya adalah
maternity blues, postpartum depression dan postpartum psychosis (Ling dan Duff,
2001).
Depresi
postpartum pertama kali ditemukan oleh Pitt pada tahun 1988.
Pitt (Regina dkk, 2001), depresi postpartum adalah depresi yang
bervariasi dari hari ke hari dengan menunjukkan kelelahan, mudah marah,
gangguan nafsu makan, dan kehilangan libido (kehilangan selera untuk
berhubungan intim dengan suami). Masih menurut Pitt (Regina dkk, 2001) tingkat
keparahan depresi postpartum bervariasi. Keadaan ekstrem yang paling ringan
yaitu saat ibu mengalami “kesedihan sementara” yang berlangsung sangat cepat
pada masa awal postpartum, ini disebut dengan the blues atau maternity blues.
Gangguan postpartum yang paling berat disebut psikosis postpartum atau
melankolia. Diantara 2 keadaan ekstrem tersebut terdapat kedaan yang relatif
mempunyai tingkat keparahan sedang yang disebut neurosa depresi atau depresi
postpartum.
Menurut Duffet-Smith (1995), depresi pascasalin bisa berkaitan dengan terjadinya akumulasi stres. Ada stres yang tidak dapat dihindari, seperti operasi. Depresi adalah pengalaman yang negatif ketika semua persoalan tamapak tidak terpecahkan. Persoalan juga tidak akan terpecahkan dengan berpikir lebih positif, tetapi sikap itu akan membuat depresi lebih dapat dikendalikan.
Monks dkk (1988), menyatakan bahwa depresi postpartum merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti labilitas afek, kecemasan dan depresi pada ibu yang dapat berlangsung berbulan – bulan. Sloane dan Bennedict (1997) menyatakan bahwa depresi postpartum biasanya terjadi pada 4 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus 1–2minggu.
Llewellyn–Jones (1994), menyatakan bahwa wanita yang didiagnosa secara klinis pada masa postpartum mengalami depresi dalam 3 bulan pertama setelah melahirkan. Wanita yang menderita depresi postpartum adalah mereka yang secara sosial dan emosional merasa terasingkan atau mudah tegang dalam setiap kejadian hidupnya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi postpartum adalah gangguan emosional pasca persalinan yang bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus – menerus sampai 6 bulan bahkan sampai satu tahun.
Menurut Duffet-Smith (1995), depresi pascasalin bisa berkaitan dengan terjadinya akumulasi stres. Ada stres yang tidak dapat dihindari, seperti operasi. Depresi adalah pengalaman yang negatif ketika semua persoalan tamapak tidak terpecahkan. Persoalan juga tidak akan terpecahkan dengan berpikir lebih positif, tetapi sikap itu akan membuat depresi lebih dapat dikendalikan.
Monks dkk (1988), menyatakan bahwa depresi postpartum merupakan problem psikis sesudah melahirkan seperti labilitas afek, kecemasan dan depresi pada ibu yang dapat berlangsung berbulan – bulan. Sloane dan Bennedict (1997) menyatakan bahwa depresi postpartum biasanya terjadi pada 4 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus 1–2minggu.
Llewellyn–Jones (1994), menyatakan bahwa wanita yang didiagnosa secara klinis pada masa postpartum mengalami depresi dalam 3 bulan pertama setelah melahirkan. Wanita yang menderita depresi postpartum adalah mereka yang secara sosial dan emosional merasa terasingkan atau mudah tegang dalam setiap kejadian hidupnya. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa depresi postpartum adalah gangguan emosional pasca persalinan yang bervariasi, terjadi pada 10 hari pertama masa setelah melahirkan dan berlangsung terus – menerus sampai 6 bulan bahkan sampai satu tahun.
G. GEJALA-GEJALA POST PARTUM BLUES
Gejala – gejala postpartum blues ini
bisa terlihat dari perubahan sikap seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul
pada hari ke-3 atau 6 hari setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap
tersebut diantaranya, yaitu :
Q
sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia,
Q
tidak sabar,
Q
penakut,
Q
tidak mau makan,
Q
tidak mau bicara,
Q
sakit kepala sering berganti mood,
Q
mudah tersinggung ( iritabilitas),
Q
merasa terlalu sensitif dan cemas berlebihan,
Q
tidak bergairah,
Q
tidak percaya diri,
Q
khususnya terhadap hal yang semula sangat diminati,
Q
tidak mampu berkonsentrasi dan sangat sulit membuat keputusan,
Q
merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru
saja dilahirkan,
Q
merasa tidak menyayangi bayinya,
Q
insomnia yang berlebihan.
Gejala – gejala itu mulai muncul setelah
persalinan dan pada umumnya akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam
sampai beberapa hari. Namun jika masih berlangsung beberapa minggu atau
beberapa bulan itu dapat disebut postpartum depression.
H.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood
/ depresi sudah merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan.
Untuk skrining ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat
bantu. Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner dengan
validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan perasaan depresi
selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya berhubungan dengan
labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta mencakup hal-hal lain
yang terdapat pada post-partum blues . Kuesioner ini terdiri dari 10 (sepuluh)
pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4 (empat) pilihan jawaban yang
mempunyai nilai skor dan harus dipilih
satu sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu. Pertanyaan
harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan dalam waktu 5 menit. Cox et. Al., mendapati bahwa
nilai skoring lebih besar dari 12 (dua belas) memiliki sensitifitas 86% dan
nilai prediksi positif 73% untuk mendiagnosis kejadian post-partum blues . EPDS
juga telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia. EPDS
dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila hasilnya meragukan
dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian.
I.
PENATALAKSANAAN/CARA
MENGATASI POST PARTUM BLUES
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda
dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu yang
mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya. Para ibu
ini membutuhkan dukungan pertolongan
yang sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga
dipenuhi. Mereka membutuhkan kesempatan untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi yang menakutkan.
Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau istirahat, dan seringkali
akan merasa gembira mendapat pertolongan yang praktis.
Dengan bantuan dari teman dan keluarga,
mereka mungkin perlu untuk mengatur atau menata kembali kegiatan rutin
sehari-hari, atau mungkin menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan
konsep mereka tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat
diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau
konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan
penting untuk mempersiapkan para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan
mental pasca-salin dan segera memberikan penanganan yang tepat bila terjadi
gangguan tersebut, bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang
diperlukan. Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan
bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan informasi yang
memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan, termasuk
penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut serta
penanganannya.
Post-partum blues juga dapat dikurangi
dengan cara belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur
ketika bayi tidur, berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru
sebagai ibu, tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa
cemas dan mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok
ibu-ibu baru. Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues
dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling
emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual tentang pengalaman
dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat tertentu.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa
dibutuhkan penanganan di tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan
psikologis secara bersama-sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu:
suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
Cara mengatasi gangguan psikologi pada
nifas dengan postpartum blues ada dua cara yaitu :
Dengan cara
pendekatan komunikasi terapeutik
Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah
menciptakan hubungan baik antara bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya
dengan cara :
- Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi
- Dapat memahami dirinya
- Dapat mendukung tindakan konstruktif.
- Dengan cara peningkatan support mental
Beberapa cara peningkatan support mental
yang dapat dilakukan keluarga diantaranya :
- Sekali-kali ibu meminta suami untuk membantu dalam mengerjakan pekerjaan rumah seperti : membantu mengurus bayinya, memasak, menyiapkan susu dll.
- Memanggil orangtua ibu bayi agar bisa menemani ibu dalam menghadapi kesibukan merawat bayi
- Suami seharusnya tahu permasalahan yang dihadapi istrinya dan lebih perhatian terhadap istrinya
- Menyiapkan mental dalam menghadapi anak pertama yang akan lahir
- Memperbanyak dukungan dari suami
- Suami menggantikan peran isteri ketika isteri kelelahan
- Ibu dianjurkan sering sharing dengan teman-temannya yang baru saja melahirkan
- Bayi menggunakan pampers untuk meringankan kerja ibu
- mengganti suasana, dengan bersosialisasi
- Suami sering menemani isteri dalam mengurus bayinya
Selain hal diatas, penanganan pada klien
postpartum blues pun dapat dilakukan pada diri klien sendiri, diantaranya
dengan cara :
- Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi
- Tidurlah ketika bayi tidur
- Berolahraga ringan
- Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu
- Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi
- Bicarakan rasa cemas dan komunikasikan
- Bersikap fleksibel
- Kesempatan merawat bayi hanya datang 1 x
- Bergabung dengan kelompok ibu
J.
CARA MENCEGAH POST
PARTUM BLUES
Berikut ini beberapa kiat yang mungkin
dapat mengurangi resiko Postpartum Blues yaitu :
- Pelajari diri sendiri
Pelajari dan mencari informasi mengenai
Postpartum Blues, sehingga Anda sadar terhadap kondisi ini. Apabila terjadi,
maka Anda akan segera mendapatkan bantuan secepatnya.
2.
Tidur dan makan yang cukup
Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan,
lakukan usaha yang terbaik dengan makan dan tidur yang cukup. Keduanya penting
selama periode postpartum dan kehamilan.
3.
Olahraga
Olahraga adalah kunci untuk mengurangi
postpartum. Lakukan peregangan selama 15 menit dengan berjalan setiap hari,
sehingga membuat Anda merasa lebih baik dan menguasai emosi berlebihan dalam
diri Anda.
4.
Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan
Jika memungkinkan, hindari membuat
keputusan besar seperti membeli rumah atau pindah kerja, sebelum atau setelah
melahirkan. Tetaplah hidup secara sederhana dan menghindari stres, sehingga
dapat segera dan lebih mudah menyembuhkan postpartum yang diderita.
5.
Beritahukan perasaan
Jangan takut untuk berbicara dan
mengekspresikan perasaan yang Anda inginkan dan butuhkan demi kenyamanan Anda
sendiri. Jika memiliki masalah dan merasa tidak nyaman terhadap sesuatu, segera
beritahukan pada pasangan atau orang terdekat.
6.
Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan
Dukungan dari keluarga atau orang yang
Anda cintai selama melahirkan, sangat diperlukan. Ceritakan pada pasangan
atau orangtua Anda, atau siapa saja yang bersedia menjadi pendengar yang
baik. Yakinkan diri Anda, bahwa mereka akan selalu berada di sisi Anda setiap
mengalami kesulitan.
7.
Persiapkan diri dengan baik
Persiapan sebelum melahirkan sangat
diperlukan.
8.
Senam Hamil
Kelas senam hamil akan sangat membantu
Anda dalam mengetahui berbagai informasi yang diperlukan, sehingga nantinya
Anda tak akan terkejut setelah keluar dari kamar bersalin. Jika Anda tahu apa
yang diinginkan, pengalaman traumatis saat melahirkan akan dapat dihindari.
9.
Lakukan pekerjaan rumah tangga
Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat
membantu Anda melupakan golakan perasaan yang terjadi selama periode
postpartum. Kondisi Anda yang belum stabil, bisa Anda curahkan dengan memasak
atau membersihkan rumah. Mintalah dukungan dari keluarga dan lingkungan Anda,
meski pembantu rumah tangga Anda telah melakukan segalanya.
10. Dukungan
emosional
Dukungan emosi dari lingkungan dan juga
keluarga, akan membantu Anda dalam mengatasi rasa frustasi yang menjalar.
Ceritakan kepada mereka bagaimana perasaan serta perubahan kehidupan Anda,
hingga Anda merasa lebih baik setelahnya.
11.
Dukungan kelompok Postpartum Blues
Dukungan terbaik datang dari orang-orang
yang ikut mengalami dan merasakan hal yang sama dengan Anda. Carilah informasi
mengenai adanya kelompok Postpartum Blues yang bisa Anda ikuti, sehingga Anda
tidak merasa sendirian menghadapi persoalan ini.
BAB
III
KASUS
POST PARTUM BLUES
Ny. “M” dengan
kehamilan pertamanya telah melahirkan seorang anak yang berjenis kelamin
lak-laki di BPS Prita Aisya Pesisir Selatan dengan partus spontan dan normal.
Tetapi setelah ±
6 hari post partum ibu datang bersama suaminya kepada bidan Aisyah, Ibu
mengatakan merasa cemas, nafsu makan berkurang, merasa kesepian, labilitas
perasaan yang mengakibatkan ibu sering menangis, ibu juga kurang percaya diri
dengan kemampuannya menjadi seorang ibu, sehingga ibu khawatir kepada sang bayi
yang mengakibatkan bayinya tidak terawat dengan baik. Di karenakan kurangnya
dukungan dari keluarga maupun suaminya . Dan ini adalah kelahiran yang pertama,
setelah di lakukan pemeriksaan oleh bidan Aisya di dapatkan hasil pemeriksaan
TTV dengan lampiran :
TD :
130/80 mmHg
Nadi : 80 x/i
Pernafasan : 23 x/i
Suhu
: 37°C
PENDOKUMENTASIAN
ASUHAN KEBIDANAN IBU NIFAS PADA NY.
“M”
G1P0A0AH0 HARI PERTAMA DAN KELIMA
TANGGAL 20 MEI DAN 25 MEI 2014 POST PARTUM BLUES DI BPS PRITA AISYA PESISIR SELATAN
Tanggal :
20 Mei 2014 NO.
RM : 03089
Pukul : 08.15 WIB
I.
PENGUMPULAN
DATA
A.
IDENTITAS
/ BIODATA
Nama Ibu : Ny.
“M”
Umur :
23 th
Suku / bangsa : Minang /
Indonesia
Agama :
Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan :
Ibu Rumah Tangga
Alamat Rumah :
Jln. Pondok Kopi No. 3 RT.02/RW.05 Bantul
Nama Suami : Tn. “C”
Umur :
25 th
Suku / bangsa : Minang /
Indonesia
Agama :
Islam
Pendidikan : DIII
Teknik
Pekerjaan :
Karyawan Swasta
Alamat Rumah : Jln. Pondok
Kopi No. 3 RT.02/RW.05 Bantul
Nama keluarga
yang bias dihubungi : Ny “B”
Hubungan :
Tetangga
Alamat : Jln. Pondok Kopi No. 5 RT.02/RW.05
Bantul
No. Telp :
085263889123
B.
ANAMNESA
1.
Keluhan
utama :
- ibu mengatakan sedih, cemas resah dan susah tidur.
2.
Riwayat
kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu :
No
|
Tgl
|
Usia Kehamilan
|
Jenis Persalinan
|
Tem
pat Bersalin
|
Penolong
|
Komplikasi
|
Bayi
|
Nifas
|
|||||
Ibu
|
Bayi
|
J.K
|
BB/PB
|
Keadaan
|
Involu
si
|
Lochea
|
ASI
|
||||||
|
3.
Riwayat
persalinan sekarang
a.
Waktu
Persalinan : 13.00 WIB
b.
Tempat
melahirkan : BPS
c.
Ditolong
oleh : Bidan +
Mahasiswa
d.
Jenis
Persalinan : Spontan
e.
Lama
persalinan
-
Kala
I : 5 jam
-
Kala
II : 15
menit
-
Kala
III : 15
menit
-
Kala
IV : 2
jam
f.
Ketuban
-
Warna : berwarna jernih
-
Jumlah : 250 cc
-
Bau
: amis tetapi tidak busuk
g.
Bayi
-
Jenis
Kelamin : laki-laki
-
A/S : 9/10
-
BB : 3500 gram
-
PB : 48 cm
-
Molase : adanya
bercak mongol di bokong pasien
-
Kelainan : tidak ada
h.
Plasenta
-
Ukuran : ±50
cm
-
Kelainan : tidak ada
i.
Perdarahan
selama persalinan :
-
Kala
I :
±
25 cc
-
Kala
II :
±
75 cc
-
Kala
III :
±
75 cc
-
Kala
IV :
±
100 cc
j.
Komplikasi
persalinan : tidak ada
4.
Riwayat
Kontrasepsi
a.
Jenis
Kontrasepsi : tidak ada
b.
Lama
Pemakaian : tidak ada
c.
Ketuban
: tidak
ada
5.
Riwayat
Kesehatan
a.
Jantung : tidak ada
b.
Ginjal : tidak
ada
c.
DM : tidak
ada
d.
Hipertensi : tidak ada
e.
Hepatitis : tidak ada
f.
Dll :
tidak ada
6.
Status
Perkawinan
a.
Usia nikah pertama kali : 22 thn
b.
Status
perkawinan : sah
c.
Lama
pernikahan : 9 bln
d.
Pernikahan
ke : 1
7.
Pola
Nutrisi
a.
Makan
: ada
Menu
dan porsi : 1 piring nasi ukuran sedang, 1 potong
ikan sebesar kotak korek api, 1 mangkuk sayur bayam ukuran sedang.
Frekuensi : 3 x sehari
Keluhan
: tidak
ada
b.
Minum
: ada
Frekuensi : 6-7 gelas sehari
Jumah : 6 gelas ukrn rmh tangga
Keluhan : tidak ada
8.
Pola
Eliminasi
a.
BAK : ada
Frekuensi : 6-8 kali / hari
Warna : kuning jernih
Keluhan : tidak ada
b.
BAB : ada
Frekuensi : 1-2 kali/hari
Konsistensi : lembek
Warna : kuning kecoklatan
Keluhan : tidak ada
9.
Pola
Istirahat dan Tidur
a.
Istirahat
siang : tidak ada
b.
Istirahat
malam : 5-6 jam
c.
Keluhan
: susah tidur
10.
Personal
Hygiene
a.
Mandi : 2 x sehari
b.
Gosok
gigi : 2 x sehari
c.
Keramas : 2-3 x seminggu
d.
Ganti
pembalut : 2-3 x sehari
e.
Ganti
pakaian : 2-3 x sehari
f.
Perawatan
Payudara : tidak ada
11.
Olah
Raga
a.
Senam
nifas : tidak ada
b.
Frekuensi : tidak ada
12.
Pola
Hidup Sehat
a.
Merokok : tidak ada
b.
Alcohol : tidak ada
c.
Jamu-jamu : tidak ada
13.
Keadaan
Psikologis : kurang baik
14.
Keadaan
Sosial
a.
Hubungan
ibu dengan suami : baik
b.
Hubungan
ibu dengan keluarga : baik
c.
Hubungan
ibu dengan tetangga : baik
15.
Keadaan
Spiritual : shalat 5 x sehari
C.
DATA
OBJEKTIF
1.
Pemeriksaan
umum
a.
Keadaan
umum :
kurang baik
b.
Keadaan
emosional :
kurang baik
c.
Tanda
vital
·
TD : 130/80 mmHg
·
Nadi : 80 x/i
·
Pernafasan : 23 x/i
·
Suhu
: 37°C
2.
Pemeriksaan
khusus
a.
Wajah :
tidak ada oedema
b.
Leher :
tidak ada pembengkakan kelenjar tyroid,
tidak ada pembesaran kelenjar limfe
c.
Payudara
·
Pengeluaran : ASI kurang lancar
·
Bentuk
:
simetris kiri dan kanan
·
Putting
susu : menonjol
d.
Abdomen
·
Bentuk
:
tidak ada bekas operasi, ada striae lipid gravidarum, ada linea nigra
·
TFU : ½ pusat-sympisis
·
Kontraksi :
baik
·
Kandung
kemih :
kosong
e.
Genitalia
·
Perineum :
tidak ada bekas laserasi
·
Lochea
-
Warna : kecoklatan
-
Jumlah
: ±10 cc
-
Bau : amis tidak busuk
f.
Ekstremitas : -
D.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG.
LABORATORIUM
1.
Darah
-
Hb : tidak dilakukan
E.
INTERPRETASI DATA
1. DIAGNOSA KEBIDANAN
Seorang Ibu Nifas Pada
Ny. “M” Usia 23 tahun G1P0A0AH0
Hari Pertama Dan Kelima Tanggal 20 Mei Dan 25 Mei 2014 Post Partum Blues Di Bps Prita Aisya Pesisir Selatan
DATA
DASAR
DS
: Ibu mengatakan usia 23 tahun
Ibu mengatakan ini kelahirannya yang
pertama
Ibu mengatakan sedih, cemas resah dan
susah tidur, khawatir terhadap bayinya.
B. MASALAH
Ibu mengatakan sedih , cemas resah
dan susah tidur, khawatir terhadap bayinya.
DATA DASAR
F. IDENTIFIKASI
DAN ANTISIPASI DIAGNOSA POTENSIAL .
Memberikan
konseling tentang KIE perawatan bayi, memberikan dukungan social,
KIE pola istirahat .
G. TINDAKAN
SEGERA
1. MANDIRI : Ada
2. KOLABORASI : Ada
3. MERUJUK : Tidak Ada
H. PERENCANAAN Tanggal : 25
Mei 2014 Pukul : 08.15 WIB
* Beritahu ibu hasil pemeriksaan
*
Berikan dukungan social
*
KIE tentang pola istirahat
*
KIE perawatan bayi
I. PELAKSANAAN Tanggal : 25 Mei 2014 Pukul : 08.15 WIB
·
Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
keadaan
umum : kurang baik ,
keadaan emosional: kurang baik ,tanda vital (
TD
: 130/80 mmHg, Nadi : 80 x/I, Pernafasan
: 23 x/I,
Suhu
: 37°C
).
·
Menyarankan kepada ibu untuk mengambil
setiap tindakan atau perasaaan ibu dalam hal yang positif agar mengurangi rasa
cemas , sedih yang ibu alami,dan menganjurkan kepada suami agar selalu member
perhatian, mendampingi ibu selama merawat bayinya.
·
Menganjurkan ibu untuk istirahat yang
cukup. Tidur pada siang hari selama 1 jam dan malam hari 7 – 8 jam.
·
Memberitahukan kepada ibu cara merawat
bayi seperti memberikan ASI Ekslusif , menyayangi bayi dengan penuh perhatian
dan kasih saying, memandikan bayi pada waktunya pagi dan sore, memberikan imunisasi pada
waktunya.
J. EVALUASI Tanggal : 25 Mei 2014 Pukul : 08.15 WIB
·
Ibu sudah tahu hasil pemeriksaan tentang
kondisinya.
·
Ibu menerima dan mengerti apa yang di
jelaskan bidan berupa dukungan social dan ibu mau mencobanya.
·
Ibu sudah faham dan mengerti pola
istirahat yang baik .
·
Ibu menerima dan memahami bagaimana cara
merawat bayi dengan baik dan benar sesuai dengan prosedur yang di jelaskan oleh
bidan.
BAB IV
PENUTUP
Ø
KESIMPULAN
Baby blues atau
postpartum blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan tidak
nyaman setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan si bayi,
atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada saat
persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin, progesteron,
dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi kondisi fisik, mental dan
emosional Ibu.
Banyak
faktor diduga berperan pada sindroma ini, antara lain adalah faktor hormonal,
faktor demografik yaitu umur dan paritas, pengalaman dalam proses kehamilan dan
persalinan, takut kehilangan bayi, bayi sakit ( kuning, dll ), takut untuk
memulai hubungan suami istri (ML), anak akan terganggu, dan latar belakang
psikososial wanita yang bersangkutan.
Penanganan
gangguan mental postpartum pada prinsipnya tidak berbeda dengan penanganan
gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu ini membutuhkan dukungan
psikologis seperti juga kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi.
Mereka membutuhkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka
dari situasi yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan
dan/atau istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan
yang praktis.
Inti dari
Asuhan yang diberikan mencakup perilaku, emosional, intelektual, sosial dan
psikologis klien secara bersamaan dengan melibatkan lingkungannya, yaitu:
suami, keluarga dan juga teman dekatnya.
Ø
SARAN
Dengan
pembuatan makalah ini diharapkan pembaca bisa memahami konsep dasar postpartum
blues dan bagaimana penerapan asuhan yang tepat diberikan kepada pasien yang
menderita masalah tersebut. Post-partum blues ini dikategorikan sebagai
sindroma gangguan mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan
sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya,
akhirnya dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat
membuat perasaan perasaan tidak nyaman bagi wanita yang mengalaminya. Setelah
diketahui bagaimana asuhan yang benar maka diharapkan postpartum blues ini
berkurang atau dapat ditangani dengan benar. Selain itu, diharapkan pembaca
dapat membagi informasi ini kepada masyarakat dan dapat mempraktekkan ilmunya
saat di lapangan nantinya.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas.
Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 87-96).
Irhami. 2010. Proses Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas. zikra-myblog.blogspot.com/2010/06/zikra-proses-adaptasi-psikologis-ibu.html Diunduh 19 Oktober 2010 Pukul 08.55 PM
Irhami. 2010. Proses Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas. zikra-myblog.blogspot.com/2010/06/zikra-proses-adaptasi-psikologis-ibu.html Diunduh 19 Oktober 2010 Pukul 08.55 PM
2.
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas.
Jakarta: Salemba Medika (hlm: 63-69).
Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 85-100).
The_wie. 2009. Proses Adaptasi Psikologis Ibu Dalam Masa Nifas.
Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 85-100).
The_wie. 2009. Proses Adaptasi Psikologis Ibu Dalam Masa Nifas.
3.
Suparlan, YB, Rachmanto, W, dan
Pardiman, S. 1990. Kamus Istilah Kependudukan dan Keluarga Berencana.
Yogyakarta :
4.
Kanisius.the2w.blogspot.com/2009/10/proses-adaptasi-psikologis-ibu-dalam.html
Diunduh 19 Oktober 2010 Pukul 08.55 PM
5.
Wiknjosastro, H, Saifudin, BR, dan
Rachimhadhi, T. 1999. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo.
6.
Wilkinson, G. 1992. Buku Pintar
Kesehatan : Depresi. Jakarta : Arcan.www.bluerider.com/wordseach/primipara.
7.
Primipara.www.ivillage.co.uk/pregnancyandbaby/tools.pregnancy_gloss.
Look Up Any Word In Our Glossary.
8.
www.Jawaban.com. Urutan Kelahiran.
9.
Yanita, A, dan Zamralita. 2001. Persepsi
Perempuan Primipara Tentang Dukungan Suami Dalam Usaha Menanggulangi Gejala
Depresi pascasalin. Phronesis. Vol.3. No : 5. 34 – 50
Tidak ada komentar:
Posting Komentar